BAB I
PENDAHULUAN
Sejak berabad-abad yang lalu perhatian terhadap seluk beluk kehidupan anak sudah diperlihatkan, sedikitnya dari sudut perkembangannya agar bisa mempengaruhi kehidupan anak ke arah kesejahteraan yang diharapkan. Anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang baik yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak bergantung atau menimbulkan masalah pada orang lain, pada keluarga atau masyarakatnya.
Seorang anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa. Ia harus tumbuh dan berkembang sampai dewasa agar dapat berguna bagi masyarakat. Walaupun pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu, seorang anak dalam banyak hal bergantung kepada orang dewasa, misalnya mengenai makan, perawatan, bimbingan, perasaan aman, pencegahan penyakit dan sebagainya. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang, misalnya keperluan dan lingkungan anak pada waktu tertentu agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.
Sebuah organ yang tumbuh berarti organ itu akan menjadi besar, karena sel-sel dan jaringan di antara sel bertambah banyak. Selama pembiakan, sel berkembang menjadi sebuah alat (organ) dengan fungsi tertentu. Pada permulaannya, organ ini masih sederhana dan fungsinya belum sempurna.Lambat laun organ tersebut dengan fungsinya akan tumbuh dan berkembang menjadi organ yang matang, seperti yang diperlukan orang dewasa. Dengan demikian pertumbuhan, perkembangan dan kematangan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai gejala pertumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan kognitif, faktor hereditas dan lingkungan, cara membina perkembangan anak, dan penyesuaian kurikulum.
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
A. GEJALA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang beroperasi secara kontinu yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung satu sama lainnya dan tidak bisa dipisahkan.
Pada diri seorang anak gejala pertumbuhan dan perkembangan selalu menyatu dalam proses pendidikan atau proses belajar yang dialami anak. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat kemampuan, keinginan serta kejenuhan yang menjadi tingkatan bagi kegiatan belajar dan berpengaruh pada hasil belajar.
1. Gejala Pertumbuhan
Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam passage (peredaran waktu) tertentu.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambah panjangnya badan anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang jadi lebih besar, panjang, berat, kuat, perubahan dalam system persyarafan dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah lainnya. Dengan begitu, pertumbuhan bisa disebutkan pula sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik.[1]
Dalam pertumbuhannya, macam-macam bagian tubuh itu mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Umpama saja, pertumbuhan alat-alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa kanak-kanak, tapi mengalami mengalami percepatan pada masa pubertas.
Sebaliknya, pertumbuhan susunan syaraf pusat berlangsung paling cepat pada masa kanak-kanak, kemudian menjadi menjadi lambat pada akhir masa kanak-kanak dan relative berhenti pada masa pubertas.
Perbedaan kecepatan tumbuh dari masing-masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaan pula dalam keseluruhan proporsi tubuh dan juga menimbulkan perbedaan dalam fungsinya. Misalnya, kepala seorang bayi relative lebih besar sedangkan kaki dan tangannya relative pendek jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, perbandingan badan dan anggota badan hampir sama panjangnya. Selain itu, pertumbuhan dari penglihatan atau mata lebih cepat daripada pertumbuhan otot-otot tangan dan kaki.[2]
Gejala pertumbuhan anak manusia telah banyak dikaji sebagai landasan teoritis para ahli untuk menerapkan sistem pendidikan dan pembelajaran bagi seorang anak. Dari beberapa kajian tersebut disimpulkan bahwa hukum yang mengatur pertumbuhan adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan adalah kualitatif dan kuantitatif
b. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan teratur
c. Tempo pertumbuhan anak adalah tidak sama
d. Taraf perkembangan berbagai aspek pertumbuhan adalah berbeda-beda
e. Kecepatan serta pola pertumbuhan dapat dimodifikasi oleh kondisi-kondisi di dalam dan di luar badan
f. Masing-masing individu tumbuh menurut caranya sendiri yang unik
g. Pertumbuhan adalah kompleks, dan semua aspek-aspeknya saling berhubungan[3]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis ini, yaitu :
a. Faktor-faktor sebelum lahir
Misalnya kekurangan nutrisia pada Ibu dan janin, janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan, terkena infeksi oleh bakteri syphilis, diabetes mellitus dan lain-lain.
b. Faktor ketika lahir
Misalnya intracranial haemorrahage atau pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim Ibu sewaktu ia dilahirkan.
c. Faktor sesudah lahir
Misalnya kepala bagian dalam terluka karena bayi jatuh, kepala terpukul, kekurangan nutrisia atau zat makanan dan gizi.
d. Faktor psikologis
Misalnya bayi ditinggalkan oleh kedua orangtuanya, anak-anak dititipkan dalam suatu institusionalia (rumah sakit, rumah yatim piatu, dan lain-lain), sehingga mereka kurang sekali mendapatkan perawatan jasmaniah dan cinta kasih. Anak-anak tersebut mengalami innanitie psikis (kehampaan psikis) sehingga mengakibatkan recardasi atau kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah. Selain itu hambatan fungsi rohaniah terutama sekali pada perkembangan intelegensi dan emosi.[4]
2. Gejala Perkembangan
Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan.
Setiap gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama dan pengaruh timbal balik antara potensialitas hereditas dengan factor-faktor lingkungan.[5]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan, yaitu :
· Faktor herediter (bawaan sejak lahir)
· Faktor lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan
· Kematangan fungsi-fungsi organis dan psikis
· Aktivitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui serta usaha membangun diri sendiri.
Perkembangan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan dimana keduanya saling mempengaruhi. Kematangan fungsi jasmaniah sangat besar pengaruhnya pada perubahan fungsi kejiwaan.
Sebagaimana pertumbuhan, maka perkembangan juga memiliki hukum-hukum perkembangan, diantaranya yaitu :
¨ Perkembangan adalah kualitatif
¨ Perkembangan sangat dipengaruhi oleh proses dan hasil belajar
¨ Usia ikut mempengaruhi perkembangan
¨ Masing-masing individu mempunyai tempo perkembangan yang berbeda-beda
¨ Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan
¨ Perkembangan yang lambat dapat dipercepat.
¨ Perkembangan meliputi individuasi dan integrasi.[6]
Gejala pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi pertimbangan bagi pendidik untuk memberikan bimbingan agar perkembangan anak menuju arah yang baik dan benar.
Adapun syarat-syarat utama dalam melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya :
§ Pembinaan dilakukan dengan tanggung jawab, yakni dilakukan oleh orang tua kemudian dilakukan guru, baru diserahkan pada formal masyarakat yang ada disekelilingnya. Pembinaan harus didasarkan pada sifat dasar anak dengan memahami tata cara pendidikan dan pembinaan.
§ Pembinaan harus dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang memadai .
§ Pembinaan harus memiliki ketentuan. Hal ini perlu untuk menata adanya sistematika materi yang akan dipelajari, dikuasai, dan dimiliki oleh anak.
§ Pembinaan harus menjadi perlindungan terhadap jiwa anak.
§ Pembinaan harus mampu menjadi satu organisasi yang integrated antara Pembina, yang dibina, penanggung jawab serta lingkungan pembinaan.[7]
B. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Kognisi adalah pengertian luas mengenai berfikir dan mengamati. Kognisi membuat setiap orang mengatur dunia keliling dengan caranya sendiri-sendiri. Seorang Eskimo akan mengatur dunianya dengan cara yang lain daripada orang Indonesia atau orang Jepang. Kognisi mengandung proses berfikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi pengetahuan.
Psikolog Swiss, Piaget membagi perkembangan kognisi menjadi beberapa stadium, artinya fungsi kognitif pada umur yang berlainan dapat jelas dibedakan satu sama lain. Jadi, stadium yang berurutan menunjukkan kemungkinan kognitif baru yang sebelumnya belum ada.
1. Stadium Sensori-Motorik (0-2 tahun)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangkan saja. Selain itu, pengalaman kognitif anak didasarkan pada perlakuan panca indera. Perkembangan kognitif tampak bila anak memiliki banyak pengalaman interaksi dengan lingkungannya.[8]
Tahapan kemampuan pada stadium ini yang dapat dideteksi adalah kemampuan mengenali dan mengingat. Maka disarankan pada orangtua, pada stadium ini lebih banyak memberi pengalaman tambahan pada anak, pengulangan pengalaman dengan mengingatkan anak.
2. Stadium Pra-Operasional (2-7 tahun)
Cara berfikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain.[9]
Beberapa kecakapan baru yang penting adalah kemajuan yang sungguh pesat dalam pengumpulan kosa-kata. Oleh karena itu, disarankan agar orangtua lebih banyak berinteraksi dengan kata-kata yang semakin kaya. Di samping itu, pada stadium ini, anak memiliki kemampuan meniru dan mampu mendayagunakan imajinasinya.
3. Stadium Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pada stadium ini pengalaman kognitif anak berangsur dari dunia fantasi ke dunia nyata, maka logis tidaknya satu keadaan telah menjadi pertimbangan tindakannya.
Pada stadium ini disarankan untuk membimbing kreativitas, mengembangkan keterampilan dan mendorong keberanian yang positif pada anak.
4. Stadium Operasional Formal (mulai 11 tahun)
Pada stadium ini pengalaman kognitif anak telah kaya dengan pengalaman baik bersifat kongkrit maupun abstrak, memberanikan diri memilah mana yang logis dan mana yang imajinatif.
Perkembangan stadium ini harus lebih banyak mendapat perhatian tentang kendali tindakan anak. Karena stadium ini beriringan dengan fase pubertas.[10]
Psikologi kognitif lebih mengarahkan pada adanya keterpaduan yang mampu memberikan jembatan kepada perkembangan kognitif yaitu adanya kerjasama antara orangtua, guru dan lingkungan.
Dan sebagai seorang guru tentulah lebih dahulu perlu diketahui siapa si terdidik itu. Karena hal ini akan lebih bermanfaat, lebih efektif, efisien, terarah dan hasilnya lebih memuaskan.
Hal ini dikarenakan, sebenarnya anak sejak lahir telah membawa kemampuan-kemampuannya sendiri, yang sedikit banyak berbeda dengan yang satu dengan lainnya.[11]
C. FAKTOR HEREDITAS DAN LINGKUNGAN
Pertumbuhan anak sebelum lahir itu terutama dideterminir oleh potensi hereditasnya.
Ketika terjadi fertilisasi dan tercipta manusia baru terjadi penggabungan antara kromosom dari pihak Ibu dan dari pihak ayah. Pada kromosom terdapat banyak sekali (±20.000) faktor keturunan (gen). Karena faktor keturunan ini, maka terdapat ciri-ciri khusus baik terlihat pada segi fisiknya, segi fisiologis maupun karakterologis. Ketika tercipta manusia baru, maka ia akan memperoleh factor-faktor yang diturunkan (genotip). Menurut para ahli, genotip ini jumlahnya lebih dari 70 triliun. Karena itulah tidak akan ada 2 manusia yang mempunyai genotip yang sama.[12]
Dengan demikian ketika terjadi konsepsi dan ketika dilahirkan merupakansuatu kerangka yang memberi kemungkinan-kemungkinan yang merupakan potensi-potensi yang bisa berkembang menjadi sesuatu ciri kepribadiannya.
Dalam pendekatan biologis terdapat satu aturan system yang memberikan pedoman bagi Psikologi Pendidikan dimana anak dalam kelahiran dan pertumbuhan telah diawali dari adanya garis keturunan yang tidak terpisah dengan orangtuanya.[13]
Namun, faktor keturunan saja tidak menentukan sesuatu tingkah laku melainkan masih bergantung pada lingkungan tempat berada. Sebaliknya, lingkungan saja tidak bisa distrukturkan sedemikian rupa sehingga diharapkan berkembang melebihi kerangka genotip yang sebenar-benarnya dimiliki.
Tujuan memperkembangkan anak adalah memunculkan sesuatu yang secara genotip adalah sebaik-baiknya untuk tujuan penyesuaian diri dan mempertahankan diri dalam lingkungan hidupnya, termasuk kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber yang ada di lingkungan dan mengadakan hubungan-sosial yang serasi.[14]
D. CARA MEMBINA PERKEMBANGAN ANAK
Cara yang paling baik dalam membina perkembangan anak membutuhkan adanya.
1. Pendidik
Pendidik harus bisa mengetahui kejiwaan anak didik atau periode perkembangan anak didik sehingga dapat memberlakukan anak sebagaimana mestinya.
2. Alat
Dalam pendidikan digunakan alat pendidikan, karena tanpa adanya alat ini, pendidikan tidak mungkin dijalankan.
3. Keteraturan
Pendidikan diberikan sedikit demi sedikit dan harus dilakukan secara kontinu serta rutin.
4. Kesabaran dan Ketekunan
5. Harus menyadari adanya individual differences
Dalam pendidikan pasti terdapat perbedaan individu, baik fisik maupun psikis sehingga guru harus bisa memberikan materi pelajaran yang dapat ditangkap oleh berbagai macam tingkat intelegensi.
6. Memberikan motivasi pada anak didik. Misalnya, membimbing anak didik dalam mengekspresikan diri dan mengusahakan untuk menghilangkan sumber-sumber ketegangan dan ketakutan di dalam kelas.[15]
E. PENYESUAIAN KURIKULUM
Penyesuaian ini bermaksud agar kurikulum tidak dilakukan secara kaku, kurikulum harus bersifat curriculum continues progress.
Hal ini merupakan suatu azas yang memungkinkan si anak didik secara kontinu mengikuti program pendidikan untuk mencapai perkembangan kepribadian secara optimal, sehingga anak yang cerdas tidak merasa dihambat oleh teman yang rendah kemampuannya. Dan anak yang rendah tidak dipaksa untuk menyesuaikan dengan teman yang tinggi kemampuannya.
Maka dari itu, sekolah paling tidak harus mempunyai :
- Program minimal yang harus dikuasai oleh anak didik
- Program tambahan bagi mereka yang mempunyai kemampuan lebih.[16]
BAB III
PENUTUP
Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam passage (peredaran waktu) tertentu. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis yaitu faktor sebelum lahir, faktor ketika lahir, faktor setelah lahir dan faktor psikologis.
Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan, yaitu faktor herediter (bawaan sejak lahir), faktor lingkungan yang menguntungkan atau yang merugikan, kematangan fungsi-fungsi organis dan psikis, dan aktivitas anak sebagai subjek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui serta usaha membangun diri sendiri.
Kognisi mengandung proses berfikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi pengetahuan. Swiss, Piaget membagi perkembangan kognisi menjadi beberapa stadium, yaitu stadium sensori-motorik (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11), operasional formalitas (mulai 11 tahun).
Penyesuaian kurikulum bermaksud agar kurikulum tidak dilakukan secara kaku, kurikulum harus bersifat curriculum continues progress. Hal ini merupakan suatu azas yang memungkinkan si anak didik secara kontinu mengikuti program pendidikan untuk mencapai perkembangan kepribadian secara optimal, sehingga anak yang cerdas tidak merasa dihambat oleh teman yang rendah kemampuannya. Dan anak yang rendah tidak dipaksa untuk menyesuaikan dengan teman yang tinggi kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA
D. Gunarsa, Singgih. Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta : Gunung Mulia, 1990
Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung : Mandar Maju, 1995
Mardianto. Psikologi Pendidikan. Bandung : Citapustaka, 2009
Monks, F.J. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996
Sujanto, Agus. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Aksara Baru, 1988
Tarmizi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Utama, 2006
[1] Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung : Mandar Maju, 1995), h. 18
[2] Ibid, h. 19
[3] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Citapustaka, 2009), h. 18
[4] Kartini Kartono, Psikologi Anak, h. 19-20
[5] Ibid, h. 21
[6] Mardianto, Psikologi Pendidikan, h. 20
[7] Ibid, h. 21-22
[8] F.J. Monks, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996), h. 212
[9] Ibid, h. 216
[10] Mardianto, Psikologi Pendidikan, h. 23-24
[11] Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Aksara Baru, 1988), h. 270
[12] Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta : Gunung Mulia, 1990), h. 45
[13] Mardianto, Psikologi Pendidikan, h. 28
[14] Tarmizi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pustaka Utama, 2006), h. 35-36
[15] Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, h. 48
[16] Ibid, h. 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar