Selasa, 26 April 2011

karena Allah sayang padamu....


karena Allah sayang padamu....

Cinta adalah sebuah fitrah yang tiada terkira gejolaknya.. Karena cinta bisa melakukan segalanya. Untuk cinta kita rela berkorban bahkan mengorbankan cinta itu sendiri demi tujuan yang lebih mulia. Sepasang manusia yang awalnya tak saling kenal. Mereka saling mengetahui satu sama lain karena lingkungan tanpa sengaja mempertemukan. Mereka mengenal satu sama lain karena Allah tanpa sadar menyatukan..
Hati yang dulunya bersih berlahan berubah.., dari yang dulunya bisa menjaga hati kini mulai menatap penuh perhatian dari kejauhan. Yang awalnya tegas kini jadi lebih lembut

Selasa, 19 April 2011

PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI ISLAM



A.   Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Al-Qur’an)
Metode yang dapat diambil dari studi Al-Qur’an yaitu metode penafsiran Al-Qur’an. Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Qur’an.
Metode penafsiran Al-Qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
  1. Tafsir Bil-Ma’tsur
Tafsir bil-ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat mufasir. Yaitu menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan Kitabullah.[1]
  1. Tafsir Bil-Ra’yu
Tafsir bil-ra’yu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Ra’yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.[2]
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat macam metode, yaitu :
a.       Metode Tahlily
Metode tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari kosa kata, asbabun nuzul, munasabat, dan lain-lain.
b.      Metode Ijmali
Metode ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
c.       Metode Muqarin
Metode muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan yang  lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai berikut :
-Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
-Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
-Mengadakan penafsiran
d.   Metode Maudlu’iy
Metode ini berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
            Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Qur’an seperti di atas, maka kita akan mengetahui isi kandungan al-Qur’an, memahami makna-maknanya,  dan mengaplikasikan ajaran al-Qur’an dengan kehidupan sehari-hari.
            Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir ma’tsur. Karena ia adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari tergelincir dan kesesatan dalam memahami Kitabullah.

B.   Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Hadits)
  1. Pengertian Takhrijul Hadits
            Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli hadits memliki tiga macam pengertian, yaitu :
  1. Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
  2. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.
  3. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.[3]

  1. Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits
Secara garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits yaitu :
§      Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat dicari atau ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan abjad.
§      Manakharij hadits dengan berdasarkan topic permasalahan. Upaya mencari hadits terkadang tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadits, tetapi didasarkan pada topic masalah. Pencarian matan dan hadits berdasarkan topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari berbagai periwayatan akan mudah dilakukan.
Macam-macam metode yang dapat dipakai dalam takhrijul hadits.
  1. Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku “Cara Praktis Mencari Hadits” dikemukakan bahwa metode takhrijul hadits yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :
·         Takhrijul Hadits Bil-Lafz, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits dengan cara menelusuri matan hadits yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafal-lafal dari hadits yang dicarinya itu.
·         Takhrijul Hadits Bil-Maudhu’, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits berdasarkan topic masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadits.[4]
  1. Tujuan dan Manfaat Takhrijul Hadits
Menurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
  • Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits
  • Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan) atau ditolak (Dha’if).[5]
Manfaat takhrijul hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang sangat teliti pada hadits-hadits Rasulullah.

C.   Pendekatan Teologi Islam
  1. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi, Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos artinya ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan.
Sedangkan Teologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun penyelidikan akal murni.[6]
  1. Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi Islam muncul karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah. Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah yang terjadi setelah wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh melakukan dosa besar karena tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn Affan yang mati terbunuh. Dri peristiwa inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti aliran Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy‘ariah, dan Maturidiah.[7]

D.   Pendekatan Teologi Islam ( Mu’Tazilah )
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasional Islam”.[8]
            Kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :
  • Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.
  • Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat fi’liyah.[9]
Kaum Mu’tazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan sebagai prasyarat bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima dasar tersebut adalah :
  1. At-Tauhid (keesaan Allah)
ATauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah, bagi Mu’tazilah Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke Maha Esaan Allah. Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang tidak ada satu pun menyamainya.
  1. Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah Al-Adl yang berarti Tuhan yang Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia.
  1. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk syurga, dank arena bukan kafir pula ia tidak harus masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
  1. Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan tetapi juga dengan kekerasan.
  1. Tuhan itu Qadim
Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang hadits (baru) setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk) sehingga mereka memandang bahwa surga dan neraka itu belum ada karena belum dipergunakan saat ini.[10]

           
Tokoh-tokoh Mu’tazilah yaitu :
f        Wasil bin Atha’ al-Ghazzal
f        Abu al-Huzail al-‘Allaf
f        Ibrahim bin Sayyar an-Nazam
f        Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay
f        Bisyr bin al-Mu’tamir[11]

E.   Pendekatan Teologi Islam ( Asy’Ariyah )
Aliran Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-paham golongan mu’tazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Ismail al-Asy-‘ari. Al-asy’ari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang kemudian banyak disebut sebagai ahli sunnah wal-jama’ah. Aliran ini timbul atas respon terhadap paham mu’tazilah, sehingga aliran teologi ini banyak berpendapat bertentangan dengan paham mu’tazilah.  Misalnya dalam pandangan al-Asy’ari bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil katanya bahwa Tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan zat-Nya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, dan melihat. Begitu juga mengenai al-Qur’an. Al-Asy’ari berpendapat bahwa al-Qur’an itu Qadim. Mengenai perbuatan, asy’ari berpendapat bahwa perbuatan manusia bukanlah diciptakan manusia itu sendiri. Asy’ari juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tangan, muka, mata dan sebagainya karena Tuhan tidak mempunyai bentuk dan batasan.[12]

F.    Pengetahuan Manusia
Pengetahuan pada hakikatnya adalah keadaan mental yang mengetahui hasil aktivitas substansi manusia. Pada dasarnya pengetahuan mempunyai tiga criteria, yaitu :
¨      Adnya suatu system gagasan dalam pikiran
¨      Persesuaian antara gagasan itu dengan benda-benda sebenarnya
¨      Adanya keyakinan tentang persesuaian itu

Pengetahuan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.                              Pengetahuan Indrawi (knowledge)
Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indera, batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera.
2.      Pengetahuan Ilmu (sains)
Pengetahuan ini meliputi fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang terorganisir dengan mengadakan pendekatan-pendekatan terhadap benda-benda, peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang sifatnya terjangkau oleh rasio.
3.      Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan ini merupakan jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati yang secara radikal, universal dan sistematis guna memperoleh hakikat yang sebenarnya akan suatu hal.

G.  Pendekatan Sosiologi dalam Islam
  1. Pengertian Sosiologi dan Sosiologi Agama
Defenisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala-gejala mengenai masyarakat.[13] Sedangkan Hassan Shadily mengartikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Sosiologi agama ialah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosilogis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan demi kepentingan masyarakat itu sendiri serta masyarakat luas pada umumnya.[14]
  1. Model Penelitian Sosiologi Agama
Penelitian sosiologi agama pada dasarnya adalah penelitian tentang agamayang mempergunakan pendekatan ilmu social (sosiologi).
            Model atau metodologi penelitian sosiologi agama yaitu dengan melakukan observasi, interview, angket dan Grounded Research (Penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya) mengenai maslah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data.[15]

H.  Pendekatan Antropologi dalam Islam
  1. Pengertian Antropologi
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu social yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antrpologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.[16]
            Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
  1. Kerangka Teoritis Pendekatan Antropologi
Secara garis besar kajian agama dalam antropologi dapat dikategorikan ke dalam empat kerangka teoritis yaitu intellectualist, structuralist, functionalist, dan symbolist.
  1. Metode Penelitian Antropologi Agama
Penelitian di bidang antropologi agama antara lain dilakukan oleh seorang antropolog bernama Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil penelitiannya itu telah dituliskan dalam buku berjudul The Religion Of Java. Model penelitian yang dilakukan oleh Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didasrkan pada data-data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, survey, dan penelitian Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya.[17]

I.      Islamisasi Ilmu Pengetahuan
  1. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Menurut Naquib al-Attas, islamisasi ilmu adalah “the liberation of man fist from magical, mythological, animistic, national-cultural, tradition, and then from secular control over reason and his language” (Islamisasi adalah pembebasan manusia, pertama dari tradisi tahyul, mitos, aanimisme, kebangsaan dan kebudayaan dan selain itu pembebasan akal dan bahasa dari pengaruh sekularisme).
            Bagi al-Attas misalnya, islamisasi ilmu pengetahuan mengacu kepada upaya mengeliminir unsure-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan perdaban barat, khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.

  1. Strategi dan Kerangka Kerja Dasar Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Al-Attas menguraikan bahwa semua ilmu pengetahuan masa kini, secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi intelektual dan persepsi psikologi dari kebudayaan dan peradaban islamisasi diringkas menjadi lima karakteristik yang saling berhubungan, yaitu :
·         Mengandalkan kekuatan akal semata
·         Mengikuti dan setia validitas pandangan dualitas mengenai realitas dan kebenaran
·         Membenarkan aspek temporal
·         Pembelaan terhadap doktrin humanisme
·         Peniruan terhadap drama dan tragedy terhadap realitas universal.
Adapun langkah Islam pertama yang dituntut untuk islamisasi pengetahuan adalah agar lembaga-lembaga ilmiah islam dapat melakukan berbagai fungsi, yaitu :
o   Meneliti, mengaplikasikan dan menyigkapkan nushush wahyu dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih.
o   Meneliti, mengaplikasikan buku-buku induk warisan peninggalan Islam karya ansiklopedik dan spesialisasi dan memudahkan pemahaman bagi para pengkaji.
o   Kewajiban lembaga-lembaga ilmiah dan pengajaran, serta universitas adalah melatih para ilmuan yang mampu dan mempunyai minat dalam spesialisasi kemasyarakatan.
o   Kewajiban lembaga-lembaga Islam adalah melakukan usaha persuasive umum terhadap kepemimpinan intelektual dan ilmuan ummat.
o   Mengarahkan misi-misi ilmiah kepada topic-topik dan permasalahan yang melayani ilmiah Islam dan permasalahan umat yang vital dan orisinil.[18]



















[1] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Litera AntarNusa, 1996), h. 482
[2] Ibid, h. 488
[3] Muhammad Ahmad dan M.Muzakkir, Ulumul Hadits (Bandung : Pustaka Setia, 2004), h. 131
[4] M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadit  (Jakarta : Bulan Bintang, 1991), h. 17
[5] Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006), h. 155
[6] Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta : Mutiara Sumber Widya), h. 11-12
[7] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta : UI-Press), h. 7
[8] Ibid, h. 38
[9] Ibid, h. 53
[10] Ahmad Hanafi, Theology Islam (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1991), h. 43-46
[11] www.google.co.id/Mu’tazilah dan Pemikiran/120110
[13] Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 13
[14] Imam Suprayogo dan Toroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung : Rosda Karya, 2003), h. 61
[15] Ibid, h. 61
[17] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 395
[18] Abu Sulaiman dan Abdul Hamid, Krisis Pemikiran Islam, h. 364

PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM


A.   Pengertian Pendidik

Pandangan Islam tentang definisi pendidik sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua ( ayah dan ibu ) anak didik.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab member bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, yang mempunyai tujuan agar yang dididik nantinya mampu melaksanakan tugasnya sebagai mahluk Allah dan sebagai khalifah di permukaan bumi, sebagai mahluk social dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Istilah yang lain untuk seorang pendidik ialah guru. Perbedaannya mungkin pada konotasi guru dan pendidik itu sendiri dilihat dari pendidikan formal dan non formal. Kalau guru lebih sering dikaitkan dengan pendidikan formal sedangkan pendidik lebih bersifat umum yakni formal, informal dan non formal. Dengan kata lain pendidik lebih berat tugas dan tanggung jawabnya dibandingkan seorang guru.

B. Jenis-jenis pendidik

Menurut Ramayulis, pendidik dalam pendidikan Islam setidaknya ada empat macam. Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-hamba dan sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh manusia. Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga bagi anak-anaknya. Keempat, Guru sebagai pendidik di lingkungan pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah. Namun pendidik yang lebih banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik dalam bentuk yang keempat.


C. Keutamaan Pendidik

         Manusia memerlukan belajar dari proses pendidikan. Tentu saja hal ini memberikan transparansi kepada kita bahwa pendidikan sangatlah kita butuhkan sebagai pencapaian intelligence afektif, kognitif and psikomotorik for humanities, yang akan terwujud apabila adanya seorang pengajar dalam proses pendidikan.
Pada ajaran Islam, penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Karena guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan) sedangkan Islam amat mempengaruhi pengetahuan. Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri.
Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu di dapat dari belajar dan mengajar yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru. Maka, tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru.

D. Tugas, tanggung jawab, dan hak pendidik
Mengenai tugas pendidik dalam perspektif pendidikan Islam, Ramayulis membaginya ke dalam dua tugas, yaitu tugas umum dan tugas khusus. Secara umum, tugas pendidik adalah mengemban misi rahmatan li al-‘ālamīn, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh, dan bermoral tinggi.
Secara khusus, tugas pendidik ada tiga macam. Pertama, sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Ketiga, sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Tugas ketiga ini menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.
Sementara Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali, seperti yang dikutip Samsul Nizar, bahwa tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub ila Allah. Para pendidik hendaknya mengarahkan peserta didik untuk mengenal Allah lebih dekat melalui seluruh ciptaannya. Para pendidik dituntut untuk dapat mensucikan jiwa peserta didiknya. Hanya dengan melalui jiwa-jiwa yang suci manusia akan dapat dekat dengan Khaliq-Nya. Begitu pula an-Nahlawi berpendapat bahwa selain bertugas mengalihkan berbagai pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, tugas utama yang perlu dilakukan pendidik adalah tazkiyat an-nafs yaitu mengembangkan, membersihkan, mengangkat jiwa peserta didik kepada Khaliq-Nya, menjauhkan dari kejahatan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrah-Nya yang hanif. Pendapat ini menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik yang tidak kalah penting adalah sebagai muzakky.
Dalam al-Qur’an juga disinggung bahwa tugas pendidik—dalam konteks pendidik sebagai waratsatul an-biya’—memang bertugas sebagai sekaligus mu’allim sebagai muzakky. Hal ini sesuai dengan tugas Rasul dalam firman-Nya:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ
Artinya: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni'mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 151).
Tanggung jawab pendidik sebagai mana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariatNnya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pertanggung-jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagai mana hadits Rasul.
Artinya :
“ Dari Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing bertanggung jawab atas pengembalanya : pemimpin adalah pengembala, suami pengembala terhadap pengembala anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di-gembalanya”. (H R Bukhari dan Muslim)
Karena luasnya ruang lingkup tanggung jawab pendidikan Islam, maka orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak. Tanggung jawab tersebut diamanahkan kepada pendidik yang berada di sekolah.
Adapun hak pendidik:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam menjalankan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan /atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

E. Kode Etik Pendidik
Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationships) antara pendidik dan anak didik, orang tua anak didik, koleganya, serta dengan atasannya.
Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik, demikian juga jabatan pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap pendidik. Bentuk kode etik setiap lembaga pendidik tidak harus sama tetapi secara instrinsik mempunyai kesamaan isi yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik. ( Westy Soemanto; 1982: 147).
Al Ghazali (Muh Nawawy, al-Ma’arif: 88) merumuskan kode etik seorang pendidik dengan 17 bagian yaitu ;
1. Menerima segala probel anak didik dengan sikap yang terbuka dan tabah.
2. Bersikap penyantun dan penyayang.
3. Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertintad.
4. mMenghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama.
5. Bersifat merendah ketika menyatu dengan masyarakat.
6. Menghilangkan sikap dan aktifitas yang tidak berguna dan sia-sia.
7. Bersifat lemah lembut dalam mengahadapi anak didik yang rendah tingkat.
8. Meninggal kan sifat marah.
9. Memperbaikai sikap anak didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap anak didik yang belum mengerti atau mengetahui
10. meninggalkan sikap yang menakutkan kepada anak didik yang belum mengerti atau mengetahui.
11. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan anak didik walaupun pertanyaannya itu tidak bermutu.
12. Menerima kebenaran dari anak didik yang membantahnya.
13. Menjadikan kebenaran sebagai acuan proses pendidikan walaupun kebenaran itu datangnya dari anak didik.
14. mencegah anak didik mempelajari ilmu yang membahayakan.
15. Menanamkan sifat ikhlas pada anak didik serta terus-menerus mencari informasi gua disampaikan kepada anak didiknya yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah.
16. Mencegah anak didik mempelajari ilmu fardhu kifayah sebelum mempelajari ilmu fardhu ‘ain.
17. Mengaktualisasikan informasi yang akan diajarkan pada anak didik.

F. Peran Pendidik
Menurut Djamarah, peranan pendidik (guru) itu adalah pertama, sebagai korektor, di mana pendidik harus dapat membedakan mana nilai baik dan buruk dalam pelaksanaan pendidikan, kedua, sebagai inspirator, di mana pendidik harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar peserta didik, ketiga, sebagai informator, di mana pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keempat, sebagai organisator, di mana pendidik harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, kelima, sebagai motivator, di mana pendidik harus mendorong peserta didiknya agar bergairah dan aktif dalam proses pembelajarannya, keenam, sebagai inisiator, pendidik harus menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pembelajaran, ketujuh, sebagai fasilitator, pendidik harus menyediakan fasilitas untuk memudahkan proses pembelajaran, kedelapan, sebagai pembimbing, pendidik harus melakukan bimbingannya kepada peserta didiknya agar dapat berkembangan ke arah yang positif, kesembilan, sebagai demonstrator, pendidik harus mampu memberikan pehaman materi pelajaran kepada peserta didik dengan baik, kesepuluh, sebagai pengelola kelas, pendidik harus mampu mengelola kelas dengan dinamis sehingga suasana kelas lebih menyenangkan, kesebelas, sebagai mediator, pendidik harus mengetahui pemanfataan media pendidikan secara benar dan tepat, keduabelas, sebagai supervisor, pendidik harus membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pembelajaran, dan ketigabelas, sebagai evaluator, pendidik harus menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh ke semua aspek ekstrinsik dan instrinsik

TUGAS ENGLISH



PREFACE
Praise thanks of presence of God SWT to blessing of god’s guidance which have bestowed of so that writer can finish this paper. This our paper piles to according on cooperation from group me.
As four our the paper piles to according books of our acquisition from the library. We know that in this paper still was found lacks. For that we want critic and suggestion from friends to complete this paper.
Final of writer word climb thanks and prayer of is presence of Allah SWT to the all aid which have been given, hopefully will always get ridho from him.

                                                                                                            Writer             

   Medan, June 03, 2009









CONTENTS
Preface................................................................................................................................ i
Contents............................................................................................................................ ii
CHAPTER I. INTRODUCTION
         A. Background of Study.......................................................................................... 1
         B. Objectives of Study............................................................................................. 2
CHAPTER II : DISCUSSION
A.    Past Participle..................................................................................................... 3
B.     Application......................................................................................................... 4
C.     Vocabularies....................................................................................................... 5
CHAPTER III : CONCLUSION..................................................................................... 7
          
















CHAPTER I
INTRODUCTION


A.   Background of The Study
Language is a method of communication. Language stands at the center of human life, where language as communication is central to all human existence and social process. Language as a tool of communication must have meaning. So, the hearer can understand the ideas what the speaker conveys. Language is very beneficial in our life. Our life would mean nothing without language, commonly in all aspect of human life.
Learning foreign language is quite important because language is knowledge. Learning foreign language is aimed to support the mastery and developing language skill. Realizing how important the language is the government has determined some foreign language to be learned. English as a language has succeded to attract most people all over the world to learn it, because it is an International language functioning as a medium of global communication.
Learning English is a compolsary subject in junior high school, senior high school and the university level where most of the knowledge concerning in high technology is written in English. Many students have difficulties in learning English especially in grammar or structure. The students still find many difficulties in part of Grammar in particular is Past Participle. Further more the causes why they have low ability in Past Perfect Tense, Passive Voice,  Replace Relative Pronoun, As Adverb of Reason, After Certain Verbs.
Finally, the researcher would like to focus on Past Participle. Some reasons that are considered by the researcher in choosing this topic are as follow :
1.      The Past Participle is the important English lesson to study in English.
2.      To study the part of Past Participle in  Past Perfect Tense, Passive Voice,  Replace Relative Pronoun, As Adverb of Reason, After Certain Verbs.

B.   Objectives of The Study
In relation to the problem, the objectives are :
1.      To describe use Past Participle in Past Perfect Tense, Passive Voice,  Replace Relative Pronoun, As Adverb of Reason, After Certain Verbs.
2.      To investigate the problem in using Past Participle in Past Perfect Tense, Passive Voice,  Replace Relative Pronoun, As Adverb of Reason, After Certain Verbs.